Budaya K-Pop: Saat Meme, Fandom, dan Bahasa Pop Culture Jadi
Alat Komunikasi Anak Muda
“Oppa
Saranghae!” antara Hiburan dan Bahasa Baru
Pernah dengar temanmu teriak “saranghae
oppa!” sambil nge-fangirling di konser? Atau kamu pernah ngakak sendiri karena
lihat meme K-Pop yang relate banget sama kehidupan sehari-hari? Yup, itu bukan
sekadar hiburan. Hari ini, budaya K-Pop sudah berkembang jadi bagian dari
bahasa komunikasi anak muda, bukan hanya di Korea, tapi juga di seluruh dunia termasuk
Indonesia.
Melalui fandom komunikasi, meme sebagai
pesan, dan penggunaan bahasa pop culture, para penggemar K-Pop membentuk cara
baru dalam menyampaikan pesan, menunjukkan emosi, hingga membangun identitas
diri.
Sebagai mahasiswa Ilkom Inaba, kamu
pasti akrab dengan bagaimana komunikasi berkembang dalam komunitas digital.
Nah, budaya K-Pop adalah contoh paling menarik dari komunikasi lintas budaya
yang hidup dan terus berkembang terutama lewat fandom, meme, dan bahasa popculture yang melekat dalam kehidupan sehari-hari anak muda. Yuk, kita bahas bagaimana
budaya ini bisa jadi saluran komunikasi yang kreatif, seru, dan bermakna!
Fandom
Komunikasi: Ketika Fans Bicara Pakai Emosi dan Hashtag
Dalam dunia K-Pop, fandom bukan cuma
kumpulan fans. Mereka adalah komunitas aktif yang saling terhubung lewat bahasa,
kode, dan simbol yang hanya dimengerti oleh sesama anggota.
Misalnya:
-
Fans BTS
disebut ARMY, dan mereka punya jargon khas seperti “I purple you”
-
Fans EXO
disebut EXO-L yang saling menyapa dengan “saranghaja”
-
Fandom
Stray Kids, Stay, sering pakai kalimat “You make Stray Kids stay”
Ini bukan sekadar nama, tapi cara
mereka berkomunikasi satu sama lain. Bahkan ketika ngomong di Twitter, mereka
bisa langsung paham maksud sebuah cuitan meski hanya pakai emoji, fancam, atau
potongan lirik.
Menurut Henry Jenkins (1992), budaya
fans atau fandom culture memungkinkan anak muda membentuk komunitas aktif yang
menciptakan makna bersama dari media yang mereka konsumsi. Artinya, fans bukan
cuma penonton pasif, tapi ikut “bicara” lewat budaya pop.
Meme sebagai Pesan: Tertawa, Tapi Dalam
Meme K-Pop udah jadi bagian dari
“bahasa sehari-hari” di kalangan penggemar. Kadang berupa ekspresi lucu idol,
potongan video fancam, atau template editan yang bisa dipakai untuk segala
topik, dari cinta sampai stres tugas kuliah.
Contoh:
-
Ekspresi
Jungkook ngambek bisa jadi simbol "aku lagi bad mood"
-
Meme “Lisa
BLACKPINK nanya nih…” bisa dipakai buat sindiran halus
-
Gambar
idol ketawa sinis disertai teks, “aku: senyum, padahal hati berantakan”
Lewat meme, fans menyampaikan pesan emosional,
kritik sosial, bahkan komentar budaya dengan cara yang ringan dan mudah
dipahami.
Meme bukan sekadar guyonan, tapi juga
alat komunikasi visual. Menurut Limor Shifman (2013), meme bisa jadi “cultural
information unit” yang menyebar dari satu individu ke lainnya dan menciptakan
kesamaan makna.
Di kalangan mahasiswa Ilkom Inaba, meme
bisa dijadikan studi kasus menggunakan teori Semiotika. Bagaimana satu gambar
bisa menyampaikan pesan lengkap dalam hitungan detik, bahkan lebih efektif dari
paragraf panjang.
Bahasa
Pop Culture: Kode Rahasia Anak Gen Z
Kalau kamu aktif di Twitter, TikTok,
atau Instagram, kamu pasti sering nemu kalimat kayak:
“Aku butuh healing… pake suara D.O aja
udah cukup”
“Lagu Taeyeon tuh kayak pelukan virtual
deh, sumpah”
“Bias aku ngasih afirmasi lewat live
barusan, auto semangat!”
Itu contoh bagaimana bahasa pop culture
jadi alat komunikasi emosional. Kata-kata seperti healing, bias, stan,
comeback, dan fanchant sekarang udah akrab di telinga remaja, bahkan yang bukan
penggemar berat sekalipun.
Menariknya, bahasa ini punya makna
tersendiri di kalangan komunitasnya. Di luar fandom, kata “comeback” bisa
berarti kembali ke suatu tempat. Tapi di dunia K-Pop, itu artinya idol akan
merilis karya baru, lengkap dengan konsep dan teaser yang dinanti-nanti.
Penggunaan bahasa pop culture ini
memperkuat rasa kebersamaan. Anak muda yang memahami istilah ini merasa
“terhubung” satu sama lain, seolah berada dalam ruang komunikasi khusus yang
penuh warna, ekspresi, dan makna.
Komunikasi
Global Lewat Budaya Lokal
Yang lebih keren lagi, budaya K-Pop
juga mendorong komunikasi lintas negara. Meski sebagian besar penggemarnya
nggak bisa bahasa Korea, mereka tetap bisa memahami isi lagu, ucapan idol,
bahkan ikut belajar huruf Hangeul!
Banyak penggemar Indonesia yang bisa:
-
Baca
subtitle fan translation
-
Pakai
honorifik Korea seperti oppa, unnie, sunbae
-
Ikut trend
seperti “Random Play Dance”, fan chant, atau album unboxing
Di sinilah kita bisa lihat bagaimana
budaya pop bisa membentuk komunikasi global, tanpa harus menghapus budaya
lokal. Bahkan banyak konten kreator lokal yang menggabungkan elemen K-Pop
dengan bahasa daerah atau konteks Indonesia, seperti meme “Jungkook vs. tugas
numpuk” atau parodi “Idol datang ke warung Padang”.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Gaya
Komunikasi Fandom K-Pop?
a)
Kreativitas
Tanpa Batas
Komunikasi nggak selalu soal kata-kata
formal. Fandom menunjukkan bahwa pesan bisa disampaikan lewat gambar, ekspresi,
humor, dan simbol.
b)
Bahasa
Bukan Penghalang, Tapi Jembatan
Lewat lirik, video, dan konten idol,
anak muda belajar bahasa asing secara alami—tanpa dipaksa.
c)
Rasa Kebersamaan
yang Kuat
Fandom menciptakan ikatan emosional dan
solidaritas, bahkan di antara orang-orang yang belum pernah bertemu langsung.
d)
Mengasah
Literasi Digital
Anak muda belajar banyak soal media,
editing, storytelling, bahkan manajemen event dari aktivitas fandom.
Komunikasi Itu Nggak Harus Kaku
Lewat budaya K-Pop, kita belajar bahwa
komunikasi bisa sangat ekspresif, kreatif, dan inklusif. Kamu bisa menyampaikan
perasaan lewat meme, membangun komunitas lewat fandom, dan berbicara dengan
“bahasa pop” yang hanya dipahami orang-orang yang satu frekuensi.
Jadi, jangan anggap fandom cuma soal
teriak-teriak lihat idol. Di balik itu semua, ada dinamika komunikasi yang
menarik, cerdas, dan menggambarkan semangat zaman. Selama digunakan secara
sehat dan positif, budaya K-Pop bisa jadi salah satu bentuk komunikasi paling
keren yang dimiliki generasi kita sekarang.
Sebagai mahasiswa atau calon mahasiswa
Ilkom Inaba, kamu punya peluang besar untuk mengangkat budaya K-Pop menjadi
studi ilmiah yang fun dan bermakna. Karena di balik “Oppa ganteng” dan “fancam
viral”, ada dunia komunikasi yang patut diapresiasi